Berjalan-jalan dan bersenandung lagu dengan bau mulut yang begitu sedap dihirup oleh para pengendara dijalan raya Dago, Bandung. Minggu ini terasa begitu ramainya jalan dari arah dago dan sebaliknya. Saya menggunakan motor dan mengendarai dengan santai melewati beberapa Factory Outlet yang begitu besar dan dengan dipenuhi mobil yang bersandar didepan pertokoan super mewah itu. Terbisik untuk terus berjalan menuju kawasan-kawasan elit di kota Bandung. Terlihat pada hari minggu ini Bandung dipenuhi dengan begitu banyaknya kendaraan dari luar kota. Yah inilah Bandung pada hari minggu yang super sibuk dan super macet.
Kadang saya senang terhadap para pengunjung yang memadati kota Bandung tetapi adakalanya saya membenci terhadap para pendatang itu yang selalu membuat semua jalan-jalan utama dan tempat-tempat khusus menjadi lumpuh total diakibatkan oleh kemacetan oleh kendaraan mereka yang hendak masuk ke FO ataupaun akan keluar FO. Sungguh mencengangkan memang, disaat akhir pekan selalu saja warga Bandung tidak dapat keluar rumah mereka untuk menikmati kota mereka sendiri. Seluruh warga dari kawasan Bandung, Jakarta dan sekitarnya tumpah di kota Bandung. Malang nian nasib kita ya warga Bandung.
Dari hiruk pikuk para tamu yang datang ke Bandung untuk menghabiskan masa akhir pekan dan menghabiskan uang yang mereka miliki terlihat jelas saudara kita yang berada diperempatan jalan untuk mengais uang untuk mereka makan dan melanjutkan kehidupan mereka. Kadang kita tidak pernah merasakan empati dan simpati terhadap keberadaan mereka dijalanan. Mereka berusaha mencari uang dengan cara berdiri ditengah teriknya matahari dan guyuran hujan.
Dipersimpangan jalan itu saya melihat mereka termenung merebahkan tangannya, mereka merebahkan tangannya untuk sesuap nasi. Ditepi jalan yang dipenuhi oleh polutan ibu kota berpaculah seorang anak. Dia meratap panas menyerang dia terjatuh dan terluka. Bila kita mendengarkan dengan baik pasti saat itu dia ingin meneriakan suara hatinya.
Dia bertahan dalam kesendirian yang takan pernah hilang dan tak bisa menghindari gejolak yang menyerangnya secara bertubi-tubi. Dia bermandikan basah kuyup keringatnya, dia bernafaskan untuk satu harapan. Ketabahan yang selalu ada dalam diri mereka dan tetap percaya akan satu harpan yang akan datang.
Kemelut hidup ini akan terpecahkan dengan cinta, walau kita berbeda tetap percaya akan satu harapan yang mungkin bisa terjadi dan tuhanpun selalu mendengarkannya. Kita hanya dipisahkan oleh keadaan, bukan dipisahkan secara utuh dan tidak akan bersatu. Percaya akan kehendak tuhan itu penting.
Itu sebuah cerita dari saya yang melihat saudara-saudara saya yang tertidur disamping pertokoan, disamping rel kereta api. Melihat anak kecil yang kepanasan, kehujanan untuk mengais sesuap nasi yang seharusnya hidup mereka terjamin oleh negara. Sebenarnya janganlah kita menyalahkan akan negara yang tidak mengurus mereka yang tidak seberuntung kita, tetapi sampai mana rasa empati dan simpati kita terhadap mereka. Kesadaran terhadap mereka hendaklah kita timbulkan didalam diri dan didalam keseharian kita.
"Saya bertahan disini hanya untuk sesuap nasi kak"
Hafis - pengemis disekitar Dago,Bandung
"Saya disini karena saya mau sekolah kak"
Dio - pengamen dibus Bhineka jurusan Bandung-Cirebon
"Saya dipaksa oleh ibu dan ayah kak "
Tani - pengemis didaerah terminal Cicaheum,Bandung
mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas apa yang teah kita punya. atas apa yang dititipkan Allah pada kita :)
ReplyDeleteya, jangan selalu menyalahkan negara. setuju banget pey!
karena negara juga terbentuk dri penduduk. dari warga negaranya. KITA.
aku jujur aja, nggak diajarin buat ngasi pengemis, sama orang tua.
lebih baik sedekah di masjid..
bersyukur itu jalan untuk mencapai kemudahan dimasa yang akan datang,insyaallah. Semua yang kita lakukan, dengan cara apapun dan dalam bentuk apapun itu merupakan bantuan yang sangat berharga dan bernilai dimata tuhan :)
ReplyDelete