Skip to main content

Posts

Showing posts from 2013

Tentang Pagi

Sedikit ingin bercerita mengenai apa yang tiba-tiba melintas di pikiran saya malam ini. Sebuah curhatan atau saya lebih suka menyebutnya sebagai refleksi tentang bukan malam yang muncul di malam hari. Ya, pusing, tapi sebenarnya kalimat sebelum ini hanya sebuah basa-basi yang juga muncul di malam hari walaupun bukan tentang malam. Bukan sebuah kesengajaan ketika tiba-tiba kicau burung mengejutkan daun hingga gendang telinga saya tanpa suara itu hadir, ketika tiba-tiba emas cahaya mentari membuat saya silau padahal sekarang sudah malam dan mustahil ada matahari beserta cahaya emasnya yang membawa biru langit terlihat begitu kontras dengan lembutnya awan putih bak kapas menggantung tinggi, ada di waktu seperti ini. Suarapun terdengar berbeda, ketika malam yang hening digantikan oleh seru-seruan manusia yang baru membuka hari terdengar di telinga saya. Semuanya adalah tentang pagi. Di usia saya kini, berarti ada sekitar 21 tahun dikali 365 pagi yang saya lalui. Begi

Botol Waktu

Satu botol bir adalah penghiburmu. Setelah kuingat-ingat dengan saksama, kamu terbiasa untuk menggenggamnya di malam-malam kita bersama. Satu, dua, tiga sepertinya kurang untukmu, dan aku hanya akan duduk mengamati gerak-gerik kamu yang berpindah dari meja bundar kita, menuju bar, bercengkerama, lalu kembali ke meja ini dan memelukku. Kuhisap batang cengkeh ini dan kamu menenggak satu dua teguk dari mulut botol hijau itu. Aku pikir botol itu adalah jimatmu, mungkin jimat yang membuat tanganmu rileks sehabis penat beraktifitas. Kau terus menggenggamnya, sesekali memutar-mutar botol itu di genggamanmu, lalu kau teguk dan kembali kau mainkan. Aku duduk, menyesap manisnya batang ini dan kuhembuskan napasku yang terbang membentuk tarian asap yang meliuk. Melihat, mengamatimu adalah satu hiburan bagiku. Seharusnya hal itu biasa saja, tapi kondisi kita tidak biasa bagiku, tepatnya sungguh kubenci. Itulah mengapa sering kita habiskan waktu untuk diam dan bertatap saja,

Etalase Rindu

Ada begitu banyak luapan emosi yang lama tak tertuang di sini. Satu hari berganti dan terus berlari, aku sengaja tak sengaja memendamnya. Rasanya memang mustahil, mengingat aku bukan tipe orang yang biasa membiarkan rasa mengendap di dalam hati dan pikiran, tapi aku terlalu larut merasa hingga tak kuasa mewujudkan apa kata hati. Aku tak ingin mengendapkan rasa karena akan lama ia berlalu, hingga ujungnya hanya ada keluh kesah mengenai waktu yang tak kunjung tiba. Biar kelincahan ini jadi kaku, tapi jangan khawatir ia akan membeku. Lahar rindu masih lebih panas dan mampu mencairkan kabung yang membeku, karena jarak.  Begini sayang, beberapa bulan yang lalu aku begitu fasih mengungkap duka ke dalam etalase kata yang menari sendiri tanpa aku rencanakan. Jika kini aku rehat dan buntu, maka ia bukan duka, bukan? Ah, itulah dia, nikmatnya sibuk merasa. Apapun tentang kamu makin lama semakin membumbung tinggi melebihi bukit manapun yang pernah hati ini jelajah. Satu wak

Dekapan Hangat

Senandung intro lagu itu mengalun dengan begitu rekat di kedua telinga. Ada perasaan tenang yang menyembuhkan ketika mendengarkannya, ada situasi yang tak disangka aku rindukan hanya karena rangkaian nada ini. Sekitar hampir sebulan lalu pertama kali aku mendengar dan menyaksikannya via internet. Kental dengan suasana Natal, karena untuk itulah lagu tersebut diciptakan. Tapi ada suasana sendu yang syahdu hadir di dalamnya, sendu yang nikmat, kala itu. Entah bagaimana, tapi tiba-tiba atmosfer ruangan, udara, suhu, dan rindu yang sama menyelimuti hawa tubuh dan perasaanku. Ini tempat yang berbeda, rasanya tidak mungkin aku merasakan hal yang sama, sungguh jauh berbeda. Aku diam, mendengarkan melodi piano berdenting indah mengiringi sang vokalis bernyanyi penuh rasa melalui suara setengah 'bindeng'nya itu, nyata, aura yang sama hadir. Nuansa rindu terhadap kamu. Bagaimana bisa? Tentu saja bisa, kenapa tidak? Aku ingat begitu rindu kamu ketika mende

Rusa Hutan

Aku berlari sekencang mungkin, tanpa menoleh ke belakang dan tak peduli dengan napas yang makin terengah-engah cenderung hampir habis ini. Tak ada udara tersisa yang bisa aku hirup karena semua menabrak permukaan kulit wajahku, perih rasanya. Jalan di depan masih tak ada ujungnya, namun selama kulihat jalan masih beraspal, aku akan terus mengayuh kakiku melawan udara dan terus melihat ke depan. Tak tahu berapa meter atau kilometer sudah terlampaui, apa yang aku inginkan hanya segera menjauh dari langkah pertama kakiku menjejak tadi. Gelegar di langit terasa makin mendekat, angin-angin meniupkan dedaunan yang menempel di betis telanjangku dan membuat aku sadar makin lama makin berat dan habis napasku. Lariku memelan dan tenagaku terasa makin habis, tubuh ini sudah menurun dayanya setelah mati-matian aku mengurasnya selama beberapa lama tadi. Ada sebuah pohon tak jauh dari tempat aku berpijak terseok-seok kini, tanganku memegang perut dan dada yang sakit juga sesak. Ta

Sofa Percakapan

Ada semburat cahaya yang membuat malam-malam agak berbeda. Hujan yang belakangan ini tak henti mengguyur permukaan bumi meredam terang sinarnya menjadi tipis, semburat yang tipis namun mampu mengusir kabut yang beberapa waktu ini menyelimutiku. Jalanan lengang, aspal basah, titik-titik air yang berdiam di kaca masih menempel, semuanya meninggalkan jejak mistis sang malam yang tersisa. Aku matikan mesin mobil setelah mendapatkan lahan parkir yang nyaman, tepat di depan pintu masuk kafe kecil sederhana yang sama sekali tak menarik penampakannya.  “Satu corona ,” ujarku pada pelayan kafe itu, seorang pria muda yang selalu melayani pelanggan dengan ramah tamah yang berlebihan, demi dianggap asyik dan tampak akrab dengan siapapun yang melenggang di area kafe kecil remang itu. “Sendiri aja, Mbak?” tanyanya sambil menarik lembaran menu dari atas meja depanku, lalu membetulkan posisi topi baseball merahnya. Aku tersenyum pendek, “ Nunggu ,” jawabku seadanya lalu mengambil

Alur

Sulit sekali rasanya menerima diri saya berada dalam fase ini, fase penuh dengan keyakinan dan kenangan. Melalui pengalaman yang berbeda, saya mampu berpikir dan merenung bahwa selama ini saya cenderung membebasnilaikan segala sesuatu dan membuat hal-hal yang berkenaan dengan 'keyakinan' menjadi begitu relatif. Bukan berada pada fase yang menolak kebenaran yang majemuk, tapi saya sedang berada di titik menemuka sau pegangan secara tiba-tiba, kilat. Proses berpikir ternyata tidak cukup menjawab ini semua, sama halnya dengan euphoria atau kegirangan semata dalam sebuah masa. Bukan itu. Saya sedang bercerita tentang sebuah titik di depan mata yang telah menanamkan satu rasa percaya dalam tataran detik ini. Selama ini saya menganggap bahwa tidak ada sebuah kepastian yang bisa menjamin diri saya mempertahankan nilai tersebut, tapi kali ini motivasi yang lahir dan tumbuh dalam jiwa saya begitu bergejolak. Bagus sekali untuk kehidupan saya kini, yaitu betapa motivasi ini m

Let's Get Lost

“Let’s get lost, lost in each other’s arms Let’s get lost, let them send out alarms…” Suara Chet Baker menyenandungkan  Let’s Get Lost  tersetel di mobil yang sedang kamu kemudikan. Matahari nampak mengintip centil dari balik-balik perbukitan Dieng yang kita lalui sore ini. Di jalan setapak pada salah satu perbukitan, kamu menepikan mobil, dan mengajakku turun.Kita berjalan kaki menapaki jalan bebatuan yang berliku. Udara segar, hijau perkebunan, bukit-lembah hijau tak bertepi di sekeliling, serta telaga Warna dan telaga Pengilon yang nampak dari atas sini adalah bonus bagiku. Karena yang terpenting, adalah saat ini, bersamamu. Bersamamu yang lebih dari sekedar satu pagi. … Dulu, melihatmu dari kejauhan saja sudah merupakan hal mewah bagiku. Yang bisa kunikmati, tanpa harus kumiliki. … Di salah satu hari yang biasa, aku menuju halte busway yang selalu sama setiap paginya. Dan seperti biasa, kamu, laki-laki dengan  leather postman bag  berwarna cokelat, sudah berdiri di

Surat Hijau Lumut Berpita

Kotak surat yang berada didepan rumah kini terisi kembali, kau datang setelah kau melupakan diriku dalam waktu yang sangat lama, hingga tubuhku menjenuh, rapuh. Bunyi logam-logam tua yang kau buat dan kau gantungkan didepan jendela kamarku berbunyi bersamaan, tampak gaduh tetapi apalah arti gaduh tersebut karena kuanggap kegaduhan itu adalah sepenuhnya milikmu dan aku merasakan kau meramaikan pagiku, dering. Seekor burung hinggap diantara pagar-pagar kayu tua yang termakan umur, lapuk. Tampak sesekali mereka berbincang dipagar tersebut, pertanda bahwa hari mereka selalu tampak berseri karena mereka selalu berbicara dengan pasangannya, sedangkan aku? hah hanya pemandangan sunyi dan ruangan kamar ini saja yang selalu menemaniku, tentu dengan kotak pos didepan rumah yang selalu murung melihatku sendiri seperti ini setiap harinya, setelah dia pergi tanpa waktu yang pasti kapan akan kembali. Pita kecil... Senyum dan hangatnya pagi ini...    Kehilangan dalam waktu yang lama mungkin per

Aku dan Kristiani

Kudengar suara dari Masjid di depan rumahku pada pagi hari ini, 04.36 jam dinding begitu nyaring suara ketukan jarum jamnya. Tok..tok..tok..tok.. Mataku masih berat untuk kubuka, bagaikan pintu reot yang sudah rapuh dan tak pelak rasanya tak ingin kubuka karena tak ingin menghancurkan pintu reot itu. Kian kubuka mataku, semakin menjadi rasa malasku untuk bangun sejenak. Untuk bangun saja rasanya sangat malas, apalagi untuk memenuhi kewajibanku padaNya.  Rasanya pagi ini terlalu cepat bagiku. Kulangkahkan kakiku dalam balutan sendal yang baru ku dapat dari ayahku semalam, sendal taplak , ya sendal yang selalu didapat oleh para tamu hotel yang menginap. Ragaku tak ayal otakku, kacau balau bahkan cenderung sinting. Yang ada didalam benakku hanyalah kembali kepelukan kasur dan berharap pagi ini akan menani tidurku hingga siang hari nanti disaat sang surya menyinari ruanganku dan kurasakan teriknya.  Pagi ini, ayahku mengajakku untuk berjalan kecil pada sebuah taman kota. Seb

Marhabban Ya Ramadhan

Ku akhiri hal yang lain dengan hal yang jauh lebih membuat bulu kuduk ini berdiri, tanpa disadari ini adalah salah satu waktu dimana sejatinya umat muslim sepertiku ini mengais ampunan dan ridha dari-Nya untuk menujur "kemenangan" yang hakiki selama satu tahun ini. Marhaban... "Ya allah, hendaknya diri ini bersimpuh dihadapanmu, mensyukuri segala kenikmatan yang telahhamba raih bersama orang-orang yang hamba sayangi, hingga akhirnya hamba dapat menikmati bulan penuh berkah dan maafMu ini ya illahi rabbi, alhamdulillah... alhamdulillah". Ratusan hari, banyak waktu yang ku buang dengan semaunya, seenaknya. Sikap serta tutur kata yang selalu ku anggap adalah sesuatu yang biasa saja, padahal bila akal sehatku ini berjalan normal, ucapanku yang kuutarakan setiap saat itu, jauh dari kata sopan dan sesuai dengan ajaran agama serta didikan orang tuaku. Egoku terlalu besar hingga semuanya kuanggap tidak ada masalah.  Umurku bukan semakin bertambah dari tahun ke

Hujan dan Hembusan

Cinta, banyak orang menyeringai dan mendesah dikarenakan cinta. Bila mempertanyakan tentang cinta, mana mungkin semua orang secara lantang dan jelas menjelaskan tentang pemahaman cinta yang sesungguhnya. Semua itu karena setiap orang memiliki alur cerita sendiri untuk memaknai arti dari kata  cinta  yang dilayangkan untuk dijawab kemudian. Terkadang kehidupan didunia tak selamanya mulus seperti kayu yang telah dipahat sedemikian rumitnya hingga memiliki aksen yang memikat tanpa ada guratan atau bekas yang kasar sedikitpun, padahal bila mata sedikit lebih jernih tanpa ada kejadian yang tampak kasat, maka akan ada beberapa guratan atau goresan yang kasar, maka liatlah secara halus dan rinci. Itu sama dengan hidup, tidak semua orang dapat memiliki lajur mulus tentang hidupnya, terkadang mereka mengatakan bahwa hidup ini indah bila dilengkapi dengan cinta. Lalu pertanyaannya, apakah kekuatan dari cinta tersebut dapat menutupi semua guratan yang tampak begitu kasar secara aslinya, pad

Low

Akan ku buat dunia tertawa bila semuanya selalu sama seperti ini. Kulihat semua orang menyerupai benda-benda yang sedang mengelilingi ruangan ini, tenang dan tegap seperti seharusnya. Tak ada gerakan, tak ada hentakan dan tak ada bunyi yang terbentuk dari benda-benda mati tersebut. Semuanya tampak tak mengasikan seperti biasanya, biasanya mereka semua mengasikan. Lalu, mengapa semuanya seperti ini, siapa yang membuat mereka tak bersua seperti biasanya, kulanjutkan pandanganku untuk mengalihkan perhatianku pada mereka. Terakhir kali kunjikan kaki ini dan kurasakan hawa ruangan ini tidak melebihi satu minggu yang lalu dimana mereka memberikanku suatu harapan yang luar biasa untuk tertawa, bukan untuk berdiam diri seperti hari ini.  Dahi ini ku garuk layaknya orang tua yang berada di film-film Holliwood yang tampak gagah bila mereka mengusap jari-jemari mereka. Meradang lama-lama bila tak ada yang berubah ataupun sedikitnya memberikan isyarat bahwa mereka akan mulai kembali seper

PARAHYANGAN LAW DEBATE COMMUNITY

It's Time for Smile Parahyangan Law Debate Community 2012-2013 Bandung, 9 Mei 2013

KICK ANDY ON METRO TV

Visit Metro TV Shooting Kick Andy with theme Indonesia Timur Show On Metro Tv at 24 Nopember 2012 Jakarta, 7 Nopember 2012