Kotak surat yang berada didepan rumah kini terisi kembali, kau datang setelah kau melupakan diriku dalam waktu yang sangat lama, hingga tubuhku menjenuh, rapuh. Bunyi logam-logam tua yang kau buat dan kau gantungkan didepan jendela kamarku berbunyi bersamaan, tampak gaduh tetapi apalah arti gaduh tersebut karena kuanggap kegaduhan itu adalah sepenuhnya milikmu dan aku merasakan kau meramaikan pagiku, dering. Seekor burung hinggap diantara pagar-pagar kayu tua yang termakan umur, lapuk. Tampak sesekali mereka berbincang dipagar tersebut, pertanda bahwa hari mereka selalu tampak berseri karena mereka selalu berbicara dengan pasangannya, sedangkan aku? hah hanya pemandangan sunyi dan ruangan kamar ini saja yang selalu menemaniku, tentu dengan kotak pos didepan rumah yang selalu murung melihatku sendiri seperti ini setiap harinya, setelah dia pergi tanpa waktu yang pasti kapan akan kembali.
Kehilangan dalam waktu yang lama mungkin perih, tetapi tiada kata lagi untuk aku ucapkan pagi ini untuk menjamu segala sesuatu tentang hal apapun yang akan terjadi, bibirku berbisik pelan kepada halaman depan kamarku, "ku yakin bahwa sesuatu akan datang untuk mengisi kotak pos kosong tersebut". Dahulu kau pernah menyatakan bahwa impianmu menjadi seorang arsitek akan tercapai apabila kita selalu melakukannya bersamaan. Kala itu, pecahan sel-sel dalam tubuhku dibantu dengan otakku yang terlalu imajinatif terus berputar mengkhayalkan keindahan yang tingkat abstraksinya melebihi dari kata gila, bodoh mungkin lebih tepatnya. Tapi, dia selalu menangkapnya sebagai suatu hal yang mengandung seni yang sebenarnya dan memang saat itu ia butuhkan sebagai objek keindahannya. Sinting, terkadang dahi ini kukerutkan hingga terbagi membentuk 3 garis vertikal tatkala dia meraih titik abstrak dariku, entah apakah aku yang gila atau memang sebenernya gila adalah dasar dari segala keindahan yang diimpikan dan dicari oleh banyak orang, merintih.
Benar dugaanku, surat yang kau janjikan akan kau kirim pada saat kau ingin bercerita akhirnya tiba untuk menghangatkan kotak pos yang kosong tersebut. Kotak pos yang telah lama kesepian, kini mendapatkan temannya kembali, meskipun hanya sesaat saja mereka bertegur sapa, kini ku ambil surat itu dan akan aku resapi apa yang hendak disampaikan surat tersebut. Aku yakin surat ini berisikan tentang perasaan yang sedang dirasakan oleh tuannya, jauh di negeri Paman Sam, Amerika. Tampak ada yang berbeda dengan surat yang kau berikan kali ini, hanya secarik kertas hijau lumut yang kau bungkus dengan amplop putih berhiaskan pita yang kau rekatkan pada amplop tersebut, manis memang, tetapi aku merasakan bahwa ini bukan dirimu yang dulu yang tampak acuh untuk menghias sampai seperti ini.
Pita kecil...Senyum dan hangatnya pagi ini...
Kehilangan dalam waktu yang lama mungkin perih, tetapi tiada kata lagi untuk aku ucapkan pagi ini untuk menjamu segala sesuatu tentang hal apapun yang akan terjadi, bibirku berbisik pelan kepada halaman depan kamarku, "ku yakin bahwa sesuatu akan datang untuk mengisi kotak pos kosong tersebut". Dahulu kau pernah menyatakan bahwa impianmu menjadi seorang arsitek akan tercapai apabila kita selalu melakukannya bersamaan. Kala itu, pecahan sel-sel dalam tubuhku dibantu dengan otakku yang terlalu imajinatif terus berputar mengkhayalkan keindahan yang tingkat abstraksinya melebihi dari kata gila, bodoh mungkin lebih tepatnya. Tapi, dia selalu menangkapnya sebagai suatu hal yang mengandung seni yang sebenarnya dan memang saat itu ia butuhkan sebagai objek keindahannya. Sinting, terkadang dahi ini kukerutkan hingga terbagi membentuk 3 garis vertikal tatkala dia meraih titik abstrak dariku, entah apakah aku yang gila atau memang sebenernya gila adalah dasar dari segala keindahan yang diimpikan dan dicari oleh banyak orang, merintih.
Benar dugaanku, surat yang kau janjikan akan kau kirim pada saat kau ingin bercerita akhirnya tiba untuk menghangatkan kotak pos yang kosong tersebut. Kotak pos yang telah lama kesepian, kini mendapatkan temannya kembali, meskipun hanya sesaat saja mereka bertegur sapa, kini ku ambil surat itu dan akan aku resapi apa yang hendak disampaikan surat tersebut. Aku yakin surat ini berisikan tentang perasaan yang sedang dirasakan oleh tuannya, jauh di negeri Paman Sam, Amerika. Tampak ada yang berbeda dengan surat yang kau berikan kali ini, hanya secarik kertas hijau lumut yang kau bungkus dengan amplop putih berhiaskan pita yang kau rekatkan pada amplop tersebut, manis memang, tetapi aku merasakan bahwa ini bukan dirimu yang dulu yang tampak acuh untuk menghias sampai seperti ini.
Merekah dan perih...Rinduku memuncak saat kubuka secarik kertas yang baru kuterima pagi ini. Kusimpan amplop berhiaskan pita yang kau rekatkan. Tepat disamping badanku yang kurebahkan diatas kasur, hendak kubaca suratmu secara perlahan, mengalir. Hati dan rasa kini rasanya campur aduk, bagaikan jus buah yang dicampurkan dengan rasa macam-macam, nano-nano. Ketika aku hendak membaca surat tersebut, leburlah hatiku dalam secarik kertas berhias pita ini, rindu.
Burung-burung bersorak sorai gaduh, terbang kesana kemari, para musang ikut menggeliat bagaikan mereka menemukan makanan kesukaannya. Aku duduk lesu, murung. Sekian lama ku menunggu dan kini yang kudapatkan hanya beberapa kalimat yang kau tulis dengan tanganmu sendiri. Dahulu kau pernah bercerita bahwa bentuk tulisanmu seburuk cacing yang berada ditanah, menggeliat kotor dan berkelok-kelok. Kau torehkan tinta dalam penamu untuk menuliskan beberapa kalimat yang tidak terlalu panjang, bila ku ramu menjadi satu dalam sebuah percakapan, kau hanya berkata dalam kurun waktu satu menit saja, setelah itu hilang. Kehilangan segala sesuatu pada pagi ini dan setelah mebaca surat yang berikan, aku merasa bahwa selama ini diriku menghabiskan banyak waktu dan kurasa hidupku bagaikan kupu-kupu yang akan habis masa hidupnya, jatuh lalu mati.
Seakan kembali dalam pijakan awal dan tak akan pernah kurasakan kapan pijakan akhir akan kugapai. Lingkaran hidup membawaku kembali dimana diri ini memulai semuanya. Tak pernah kau memikirkan hal ini sebelumnya, bahkan tak akan pernah kau merasakan bahwa segalanya telah dipersiapkan dengan sangat baik tanpa adanya hal yang aneh terjadi. Berkecamuk dengan sangat dalam, pada akhirnya kutemukan jawaban bahwa segalanya dapat berakhir pedih dan mengikat secara kejiwaan. Tak dapat ku elakan bahwa sakit yang kurasa ini bagaikan lagu yang ku dengar malam tadi, menutup semua langkah tanpa harus berhalusinasi dan merasuk terlalu jauh.
Sejauh mata memandang kebelakang, semakin dalam hati ini merintih sedih. Kau ucapkan kata perpisahan yang membelah badanku menjadi bagian mozaik. Semua percuma, kini diriku merasakan mati, mati rasa. Tanpa bayangmu, disisiku lagi. Tanpa hangatnya dekapanmu lagi. Sadarkan aku saat ini, terus melawan hati yang tak pernah padam kan hilang. Aku ucapkan maaf dan kaupun kan tetap pergi, selamanya. Sayup-sayup air yang mengalir, hembusan angin pagi ini membuat semuanya tampak seperti pagi kelabu yang tak akan pernah kulupakan seumur hidupku. Kini, tak ada lagi pagi yang cerah dan malam yang indah. Akan kubuat duniaku sendiri, tanpa hadirmu, khyalanmu, mimpimu serta mimpi kita berdua, tak akan pernah merasa sebaik ini nantinya, kelam.
Sejauh mata memandang kebelakang, semakin dalam hati ini merintih sedih. Kau ucapkan kata perpisahan yang membelah badanku menjadi bagian mozaik. Semua percuma, kini diriku merasakan mati, mati rasa. Tanpa bayangmu, disisiku lagi. Tanpa hangatnya dekapanmu lagi. Sadarkan aku saat ini, terus melawan hati yang tak pernah padam kan hilang. Aku ucapkan maaf dan kaupun kan tetap pergi, selamanya. Sayup-sayup air yang mengalir, hembusan angin pagi ini membuat semuanya tampak seperti pagi kelabu yang tak akan pernah kulupakan seumur hidupku. Kini, tak ada lagi pagi yang cerah dan malam yang indah. Akan kubuat duniaku sendiri, tanpa hadirmu, khyalanmu, mimpimu serta mimpi kita berdua, tak akan pernah merasa sebaik ini nantinya, kelam.
Andai kau tetap disini, ku pikir tak ada gunanya juga saat ini...
Selamat datang musim gugur, gugur hatiku...
Comments
Post a Comment