Skip to main content

I Feel You.

Hey, J. Apa kabarmu?
Aku ingin membuat pengakuan dosa.Sempat aku diam-diam melontarkan harapan konyol di dalam hati. Yang ternyata sekarang dikabulkan. Dan alih-alih senang, aku merasa menjadi orang yang luar biasa egois.
Di tengah harapanku yang terkabul, aku tak tahu kau di sana merasa senang atau tidak. Sulit sekali rupanya saling menyisihkan waktu untuk kita bisa bercengkrama. Kau menjadi demikian tertutup.
Sejak awal sebenarnya aku tidak setuju kau beranjak ke tempat itu. Terlalu apatis aku terhadapnya. Namun, yah, siapalah aku? Ada yang lebih berhak menentukan jalan hidupmu. Aku? Tak punya sedikit pun kuasa untuk menentukannya.
Baru-baru ini kudengar kau mendapat hukuman. Yang menurutku sangat keterlaluan. Masalahnya bukan pada hukuman fisik yang memang jelas terlihat di mana. Namun hukuman lain yang ku tahu sangat menampar amarahmu. Tak perlu waktu lama, aku menyadari ada hal lain yang mengubahmu.
J, Aku tak ingin mengulangi kesalahanku dan baru bisa berdamai hampir lima tahun kemudian.Aku teringat sepuluh tahun lalu ketika berada di posisimu. Aku merasakan himpitan di kanan dan kiri, memilih untuk lebih sering menyendiri. Keadaan yang sulit, aku tahu. Maka ingin rasanya berada di sana dan mendampingimu. Aku akan mengerti. Apa daya, J.
Aku tahu, aku pun menginginkan yang kau inginkan saat ini. Dan aku telah membuat sebuah langkah untukmu, yang mungkin kau tak sadari. Namun aku sudah melihat, sedikit-banyak ternyata itu membekas. Semoga kita bisa, J. Kau, terutama, semoga kau tak akan berbelok terlalu jauh dalam menjalani ini. Anggaplah, itu sebagian kecil, hal pertama, yang kulakukan untuk menebus dosaku.

Dan J, lalu kau memberiku pelajaran. Jangan lagi bermain-main dengan harapan dan hidupku. 


Bandung, 14 Juni 2014
Ketika semua terasa dan terungkap


Comments

Popular posts from this blog

Bukan Retak, Tetapi Patah

Siang ini saya mendapat telepon dari Ayah. Biasanya beliau hanya menghubungi melalui whatsapp atau pesan singkat melalui handphonenya. Itu pun dapat dihitung dalam satu tahun, mungkin tiga kali dalam satu tahun, banyaknya empat atau lima kali satu tahun. Tidak pernah lebih.  Disaat yang sama, kebetulan saya sedang istirahat makan siang, sungguh kebetulan. Kebetulan, saya sejujurnya tidak percaya dengan hal kebetulan, tetapi kali ini alur ceritanya seperti itu. Siang ini matahari begitu terik, saya baru saja menyeruput minuman es teh manis, favorit untuk ukuran saya dan keadaan kantong saku saya, hehe. Selama saya berada di kota orang, saya tidak pernah berbicara panjang lebar dengan Ayah. Semuanya selalu berjalan dengan cepat, singkat dan padat. Tanpa basa-basi. Itu salah satu karakter Ayah saya, ternyata menurun pada diri saya. Topik pembicaraan yang disuguhkan Ayah sungguh membuat heran, tidak biasanya beliau menghubungi saya dan bercerita layaknya sebuah percakapan anta...

Sangkut

Places

Setelah beberapa waktu ini engga banyak nulis, akhirnya kali ini bisa nulis juga. Tentu disuasana yang beda sama pemikiran yang berbeda. Waktu rasanya cepet banget kali ini. Mulai nulis taun 2009 (tapi blog lama lupa password, penyakit), ga berasa aja sekarang udah tahun 2016. Tulisan di tahun ke-7 ini banyak rasa-rasa yang udah campur aduk, perjalanan yang berasa bukan kelok-kelok lagi, tapi udah berasa "ribet". Ya, gini adanya. Buat nulis hari ini, banyak kerjaan dulu yang harus diberesin dan gatau tiba-tiba punya inisiatif tingkat tinggi buat beresin beberapa file yang acak-acakan di dekstop sama di beberapa folder laptop. Ya sedikit mendingan dibanding sebelumnya. Yang belum mendingan cuma laptopnya aja, masih jadul (belum mampu beli dan secara ga langsung masih nyaman buat dipake), ya gitulah! :D Ngomong-ngomong ini persis 1 taun lebih 20 harian tinggal di kota orang (Jakarta) dan ya 8 bulan yang lalu genap umur saya di usia 23 tahun. Itu taun kedua sih ngerayai...