Rasa-rasanya beberapa waktu ini menjadi hari-hari yang begitu menyulitkan bagiku. Dan terus dalam jiwa ini kesepian melanda diriku, tersisa didalam jiwa.
Sepotong kue ku potong untuk aku hidangkan untukmu disore yang cerah ini, didepan halaman rumahku. Tepatnya di pekarangan rumah. Sore ini angin tidak terlalu kencang untuk menyapu pekarangan rumahku ini. Ada secangkir teh juga yang aku persiapkan untukmu dimeja mungil yang kayunya sedikit usang karena dimakan oleh waktu dan cuaca yang selalu berubah. Nanti, ada beberapa hal yang ingin kuceritakan didalam waktu saat kita bersama duduk dipekarangan rumah ini.
Bunyi air yang mengalir dari kolam ikan yang ada diujung pekarangan ini mengalir pelan dengan ikan-ikan yang saling berebutan makanan setelah kuberi pakan ikan itu sesaat sebelum dia datang. Lonceng pintu berbunyi, tanda bahwa kamu datang memang tepat waktu seperti yang telah engkau janjikan, pukul 5 sore. Kuhampiri pintu depan rumah dan kubuka pelan-pelan agar terlihat mengagumkan layaknya para pangeran yang gagah berani menjemput seorang putri yang cantik jelita dihadapannya. Tampak engkau mengenakan baju terusan berwarna merah, sepatu merah dan rambut yang terurai dengan indah. Luar biasa..
Berdebar jantungku saat hendak membuka pintu. Campur aduk dalam otak ini hendak memikirkan apa yang hendak akan aku ucapkan pada saat telah membukakan pintu itu.
Pertanyaan ini kusampaikan setelah beberapa waktu aku hendak ingin bertanya tentang apa. Langkah sudah menepi didepan kursi yang sudah kusiapkan beberapa waktu sebelum ia datang. Duduk dan terdiam, selalu saja seperti itu. Kebiasaan ini selalu ku ulang setelah kita tak lagi bersama dalam membagi cerita seperti dulu. Mukamu yang manis membuat mata ini tidak dapat berhenti untuk terus memandangimu, rambutmu yang sekarang kau potong menjadi sebahumu menjadi daya pikatmu untuk memikat mata ini untuk terus memandangimu.
Kau terus memandang jauh menuju sebuah kotak pos yang berada didepan teras rumahku.Memang pekarangan rumahku tidak jauh dengan halaman depan rumahku ini, sehingga engkau dapat melirik sejenak kedepan rumahku ini. Kotak kecil itu adalah sebuah kotak pos kecil yang sudah lama tak terisi oleh hadirnya surat yang mengisi. Kotak itu sudah puluhan tahun ini tidak terisi, tercatat sejak ayah membangun rumah ini. Tidak pernah ada surat yang masuk.
Kubutuhkan dia saat dimana hariku ini sepi sendiri setelah dia pergi setelah ini..
Ketidak Pastian
Seharusnya sebelum kau memuturkan untuk pergi dariku, ingin kuberhentikan waktu dan kita menghabiskan waktu sejenak untuk bercerita tentang masa lalu, kesenangan dan hal aneh yang telah kita lakukan bersama selama beberpa tahun belakangan ini.
Saat ini aku berada di tempat terakhir kita benar-benar bersama. Sebuah pekarangan kecil yang tinggal tunggu waktu sampai kau memutuskan untuk meninggalkanku sendiri disini, sendiri. Pekarangan ini sepi seperti biasanya, tampaknya hariku akan sama seperti ekarangan rumah ini, sepi tidak akan ada yang mengunjungi dan memberi keriangan lagi dihari-hari berikutnya.
Kalau saat ini udara membuat badan ini kedinginan, terlihat diluar sana beberapa anak-anak beranjak masuk kedalam rumah.
Teh yang sama, memori yang sama. Di depanku tergeletak sebuah kertas yang kosong, ingin kau mengambil kertas itu dan mengisinya dengan beberapa kata yang selalu menjadi kenangan terakhir darimu untukku dan pasti isi dalam secarik kertas itu adalah sebuah harapan agar aku bersabar dan menunggumu disini, ditempat terakhir kita bertemu sebelum kau memutuskan untuk pergi, pergi dari hatiku.
Seakan semuanya berjalan cepat, waktu namanya yang berjalan dengan cepat. Tak dapat ku menanti untuk terdiam sejenak sebelum waktunya kembali menghilang, menjadi sebuah waktu baru setelah ku buang waktu lama dan hasilnya adalah kosong. Disaat engkau beranjak pergi dari tempat ini, berharap kau kembali disisiku. Tapi sekarang mungkin kau harus menjalani waktu yang baru dengannya disana. Dunia baru yang kau tapaki sedikit demi sedikit.
Sepotong kue ku potong untuk aku hidangkan untukmu disore yang cerah ini, didepan halaman rumahku. Tepatnya di pekarangan rumah. Sore ini angin tidak terlalu kencang untuk menyapu pekarangan rumahku ini. Ada secangkir teh juga yang aku persiapkan untukmu dimeja mungil yang kayunya sedikit usang karena dimakan oleh waktu dan cuaca yang selalu berubah. Nanti, ada beberapa hal yang ingin kuceritakan didalam waktu saat kita bersama duduk dipekarangan rumah ini.
Bunyi air yang mengalir dari kolam ikan yang ada diujung pekarangan ini mengalir pelan dengan ikan-ikan yang saling berebutan makanan setelah kuberi pakan ikan itu sesaat sebelum dia datang. Lonceng pintu berbunyi, tanda bahwa kamu datang memang tepat waktu seperti yang telah engkau janjikan, pukul 5 sore. Kuhampiri pintu depan rumah dan kubuka pelan-pelan agar terlihat mengagumkan layaknya para pangeran yang gagah berani menjemput seorang putri yang cantik jelita dihadapannya. Tampak engkau mengenakan baju terusan berwarna merah, sepatu merah dan rambut yang terurai dengan indah. Luar biasa..
Berdebar jantungku saat hendak membuka pintu. Campur aduk dalam otak ini hendak memikirkan apa yang hendak akan aku ucapkan pada saat telah membukakan pintu itu.
Berkata apa?Terengah nafas ini setidaknya hanya membuka pintu saja tidak lebih. Kukatakan hallo dan langsung saja kujemput tanganmu dengan tanganku ini untuk kubawa ke tempat dimana kita akan menghabiskan waktu.
"Apa kabarmu fahri?" sahutnya.
"Baik, gimana denganmu?" sahutku setelahnya.
Pertanyaan ini kusampaikan setelah beberapa waktu aku hendak ingin bertanya tentang apa. Langkah sudah menepi didepan kursi yang sudah kusiapkan beberapa waktu sebelum ia datang. Duduk dan terdiam, selalu saja seperti itu. Kebiasaan ini selalu ku ulang setelah kita tak lagi bersama dalam membagi cerita seperti dulu. Mukamu yang manis membuat mata ini tidak dapat berhenti untuk terus memandangimu, rambutmu yang sekarang kau potong menjadi sebahumu menjadi daya pikatmu untuk memikat mata ini untuk terus memandangimu.
Kau terus memandang jauh menuju sebuah kotak pos yang berada didepan teras rumahku.Memang pekarangan rumahku tidak jauh dengan halaman depan rumahku ini, sehingga engkau dapat melirik sejenak kedepan rumahku ini. Kotak kecil itu adalah sebuah kotak pos kecil yang sudah lama tak terisi oleh hadirnya surat yang mengisi. Kotak itu sudah puluhan tahun ini tidak terisi, tercatat sejak ayah membangun rumah ini. Tidak pernah ada surat yang masuk.
"Kasihan sekali kotak pos itu." perkataanmu yang sejenak membuatku berpikir kenapa pikiranmu mengucapkan seperti itu?Engkau saat ini bersamanya bukan lagi bersamaku, seharusnya engkau selalu memikirkan aku disaat ada beberapa waktu kosong dimana engkau tidak memikirkan dirinya. Itu saja pendapatkku bilau kau benar menanyakan pendapatku tentang bagaimana seharusnya kau bersikap terhadapku setelah kita tak lagi bersama, entah sampai kapan. Balon berterbangan melihat beberapa anak kecil tersenyum lebar dengan kesenangan mereka, tanpa ada rasa sedikitpun perasaan kehilangan terhadap seseorang yang disayangi, diam terhenyak sejenak.
"kenapa harus kasihan terhadap kotak pos itu?" seharusnya aku yang engkau kasihani, sahutku dalam hati.
Kubutuhkan dia saat dimana hariku ini sepi sendiri setelah dia pergi setelah ini..
Ketidak Pastian
Seharusnya sebelum kau memuturkan untuk pergi dariku, ingin kuberhentikan waktu dan kita menghabiskan waktu sejenak untuk bercerita tentang masa lalu, kesenangan dan hal aneh yang telah kita lakukan bersama selama beberpa tahun belakangan ini.
Saat ini aku berada di tempat terakhir kita benar-benar bersama. Sebuah pekarangan kecil yang tinggal tunggu waktu sampai kau memutuskan untuk meninggalkanku sendiri disini, sendiri. Pekarangan ini sepi seperti biasanya, tampaknya hariku akan sama seperti ekarangan rumah ini, sepi tidak akan ada yang mengunjungi dan memberi keriangan lagi dihari-hari berikutnya.
Kalau saat ini udara membuat badan ini kedinginan, terlihat diluar sana beberapa anak-anak beranjak masuk kedalam rumah.
Teh yang sama, memori yang sama. Di depanku tergeletak sebuah kertas yang kosong, ingin kau mengambil kertas itu dan mengisinya dengan beberapa kata yang selalu menjadi kenangan terakhir darimu untukku dan pasti isi dalam secarik kertas itu adalah sebuah harapan agar aku bersabar dan menunggumu disini, ditempat terakhir kita bertemu sebelum kau memutuskan untuk pergi, pergi dari hatiku.
Seakan semuanya berjalan cepat, waktu namanya yang berjalan dengan cepat. Tak dapat ku menanti untuk terdiam sejenak sebelum waktunya kembali menghilang, menjadi sebuah waktu baru setelah ku buang waktu lama dan hasilnya adalah kosong. Disaat engkau beranjak pergi dari tempat ini, berharap kau kembali disisiku. Tapi sekarang mungkin kau harus menjalani waktu yang baru dengannya disana. Dunia baru yang kau tapaki sedikit demi sedikit.
To Be Continue
ciyeeeee keren banget peey tulisannya :) sampe terharu
ReplyDelete