Skip to main content

Pada Waktunya Vol.1

Rasa-rasanya beberapa waktu ini menjadi hari-hari yang begitu menyulitkan bagiku. Dan terus dalam jiwa ini kesepian melanda diriku, tersisa didalam jiwa.

Sepotong kue ku potong untuk aku hidangkan untukmu disore yang cerah ini, didepan halaman rumahku. Tepatnya di pekarangan rumah. Sore ini angin tidak terlalu kencang untuk menyapu pekarangan rumahku ini. Ada secangkir teh juga yang aku persiapkan untukmu dimeja mungil yang kayunya sedikit usang karena dimakan oleh waktu dan cuaca yang selalu berubah. Nanti, ada beberapa hal yang ingin kuceritakan didalam waktu saat kita bersama duduk dipekarangan rumah ini.

Bunyi air yang mengalir dari kolam ikan yang ada diujung pekarangan ini mengalir pelan dengan ikan-ikan yang saling berebutan makanan setelah kuberi pakan ikan itu sesaat sebelum dia datang. Lonceng pintu berbunyi, tanda bahwa kamu datang memang tepat waktu seperti yang telah engkau janjikan, pukul 5 sore. Kuhampiri pintu depan rumah dan kubuka pelan-pelan agar terlihat mengagumkan layaknya para pangeran yang gagah berani menjemput seorang putri yang cantik jelita dihadapannya. Tampak engkau mengenakan baju terusan berwarna merah, sepatu merah dan rambut yang terurai dengan indah. Luar biasa..

Berdebar jantungku saat hendak membuka pintu. Campur aduk dalam otak ini hendak memikirkan apa yang hendak akan aku ucapkan pada saat  telah membukakan pintu itu.
Berkata apa?
Terengah nafas ini setidaknya hanya membuka pintu saja tidak lebih. Kukatakan hallo dan langsung saja kujemput tanganmu dengan tanganku ini untuk kubawa ke tempat dimana kita akan menghabiskan waktu.

"Apa kabarmu fahri?" sahutnya.
"Baik, gimana denganmu?" sahutku setelahnya. 

Pertanyaan ini kusampaikan setelah beberapa waktu aku hendak ingin bertanya tentang apa. Langkah sudah menepi didepan kursi yang sudah kusiapkan beberapa waktu sebelum ia datang. Duduk dan terdiam, selalu saja seperti itu. Kebiasaan ini selalu ku ulang setelah kita tak lagi bersama dalam membagi cerita seperti dulu. Mukamu yang manis membuat mata ini tidak dapat berhenti untuk terus memandangimu, rambutmu yang sekarang kau potong menjadi sebahumu menjadi daya pikatmu untuk memikat mata ini untuk terus memandangimu.

Kau terus memandang jauh menuju sebuah kotak pos yang berada didepan teras rumahku.Memang pekarangan rumahku tidak jauh dengan halaman depan rumahku ini, sehingga engkau dapat melirik sejenak kedepan rumahku ini. Kotak kecil itu adalah sebuah kotak pos kecil yang sudah lama tak terisi oleh hadirnya surat yang mengisi. Kotak itu sudah puluhan tahun ini tidak terisi, tercatat sejak ayah membangun rumah ini. Tidak pernah ada surat yang masuk.
"Kasihan sekali kotak pos itu." perkataanmu yang sejenak membuatku berpikir kenapa pikiranmu mengucapkan seperti itu?
"kenapa harus kasihan terhadap kotak pos itu?" seharusnya aku yang engkau kasihani, sahutku dalam hati. 
Engkau saat ini bersamanya bukan lagi bersamaku, seharusnya engkau selalu memikirkan aku disaat ada beberapa waktu kosong dimana engkau tidak memikirkan dirinya. Itu saja pendapatkku bilau kau benar menanyakan pendapatku tentang bagaimana seharusnya kau bersikap terhadapku setelah kita tak lagi bersama, entah sampai kapan. Balon berterbangan melihat beberapa anak kecil tersenyum lebar dengan kesenangan mereka, tanpa ada rasa sedikitpun perasaan kehilangan terhadap seseorang yang disayangi, diam terhenyak sejenak.

Kubutuhkan dia saat dimana hariku ini sepi sendiri setelah dia pergi setelah ini..

Ketidak Pastian

Seharusnya sebelum kau memuturkan untuk pergi dariku, ingin kuberhentikan waktu dan kita menghabiskan waktu sejenak untuk bercerita tentang masa lalu, kesenangan dan hal aneh yang telah kita lakukan bersama selama beberpa tahun belakangan ini.

Saat ini aku berada di tempat terakhir kita benar-benar bersama. Sebuah pekarangan kecil yang tinggal tunggu waktu sampai kau memutuskan untuk meninggalkanku sendiri disini, sendiri. Pekarangan ini sepi seperti biasanya, tampaknya hariku akan sama seperti ekarangan rumah ini, sepi tidak akan ada yang mengunjungi dan memberi keriangan lagi dihari-hari berikutnya.

Kalau saat ini udara membuat badan ini kedinginan, terlihat diluar sana beberapa anak-anak beranjak masuk kedalam rumah.

Teh yang sama, memori yang sama. Di depanku tergeletak sebuah kertas yang kosong, ingin kau mengambil kertas itu dan mengisinya dengan beberapa kata yang selalu menjadi kenangan terakhir darimu untukku dan pasti isi dalam secarik kertas itu adalah sebuah harapan agar aku bersabar dan menunggumu disini, ditempat terakhir kita bertemu sebelum kau memutuskan untuk pergi, pergi dari hatiku.

Seakan semuanya berjalan cepat, waktu namanya yang berjalan dengan cepat. Tak dapat ku menanti untuk terdiam sejenak sebelum waktunya kembali menghilang, menjadi sebuah waktu baru setelah ku buang waktu lama dan hasilnya adalah kosong. Disaat engkau beranjak pergi dari tempat ini, berharap kau kembali disisiku. Tapi sekarang mungkin kau harus menjalani waktu yang baru dengannya disana. Dunia baru yang kau tapaki sedikit demi sedikit.


To Be Continue

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mocca make me feel so happy

  Mocca, sebuah sesuatu yang sangat sering saya dengar didalam kampus maupun diluar kampus, dikota besar maupun dikota kecil. Banyak yang menyukai mocca. Mocca menurut mereka adalah salah satu minuman favorit yang wajib diketahui dan wajib dicioba. Sepintas terlihat memang minuman ini sungguh membuat lidah ingin mencicipi kelembutan float dan rasa mocca yang begitu menenangkan jiwa. Bandung merupakan kawasan kota yang dapat dibilang mempunyai hawa yang sejuk dan dingin pada saat malam. Saya sering mencoba kebeberapa cafe saat malam datang untuk sekedar menikmati mocca disetiap cafe yang saya kunjungi. Terasa kenikmatan mocca yang sangat menggigit dilidah dan menyenangkan dihati.  Beberapa bulan saya tinggal disini sudah ada beberapa cafe yang saya datangi untuk sekedar hanya menikmati mocca disetiap cafe tersebut. Harga untuk mocca memang sangat tergantung apa yang hendak dipesan. Tapi taste yang menyentuh jiwa tidak dapat dihargai sedikitpun. Kenikmatan, keindahan, aroma, dan rasa

Bukan Retak, Tetapi Patah

Siang ini saya mendapat telepon dari Ayah. Biasanya beliau hanya menghubungi melalui whatsapp atau pesan singkat melalui handphonenya. Itu pun dapat dihitung dalam satu tahun, mungkin tiga kali dalam satu tahun, banyaknya empat atau lima kali satu tahun. Tidak pernah lebih.  Disaat yang sama, kebetulan saya sedang istirahat makan siang, sungguh kebetulan. Kebetulan, saya sejujurnya tidak percaya dengan hal kebetulan, tetapi kali ini alur ceritanya seperti itu. Siang ini matahari begitu terik, saya baru saja menyeruput minuman es teh manis, favorit untuk ukuran saya dan keadaan kantong saku saya, hehe. Selama saya berada di kota orang, saya tidak pernah berbicara panjang lebar dengan Ayah. Semuanya selalu berjalan dengan cepat, singkat dan padat. Tanpa basa-basi. Itu salah satu karakter Ayah saya, ternyata menurun pada diri saya. Topik pembicaraan yang disuguhkan Ayah sungguh membuat heran, tidak biasanya beliau menghubungi saya dan bercerita layaknya sebuah percakapan antara a

I love you daddy

 When I was a baby 1. He cried when he first saw me. 2. He bought me everything I needed. 3. He smiled when he first heard our first word - even if it wasn’t DADDY. 4. He never gave up teaching me the simplest things. When I am a teenager 5. He works days and nights, and never complains. 6. He still buys me everything I need. 7. He is never mad when my report card is on fire, He smiles and says, “You will do better than this.” 8. He supports me in everything I do. 9. He comes to my tennis games and supports me like a mad-fan. 10. He still reminds me to have my breakfast, lunch and dinner so I’ll never skip them. 11. He sets my latest-hour to be out with my friends. 12. His smile makes me feel much better. 13. His hug can never be replaced by anyone else. 14. Even when he is tired, he still takes a moment of his time, goes to my room and sees me sleep. 15. He loves me for who I really am. 16. He keeps on calling when I don’t pick up the calls. 17. He never yells.