Skip to main content

Aku Memendam Rindu

Menyanyikan sebuah bait-bait yang tertulis sendiri didalam imaginasi dan terus berkorespondensi dengan hidup ini. Terasa mencekam bila tak ada yang dapat ku aktakan saat ini. Dentuman petir yang menyambar ini terasa begitu menyeramkan, tetapi tetap saja kehilanganmu adalah sebuah keseraman yang sangat luar biasa dalam hidup ini. Tidak buruk memang bila harus berpisah dalam beberapa dimensi lain jauh disana. Saat ini aku harus mengatakan apa pada sebuah vas bunga yang kau taruh di atas meja ini? berpikirlah sejenak, sambil menghela nafas..

Begini, kemarin atau beberapa waktu yang lalu aku terdiam didepan etalase jendela. Untuk sementara ini, jiwa ini seakan terkoyak. Aku rehat, diaam, sejenak saja untuk menghindar dari dunia yang begitu lusuh bagiku. Tidak pernah aku duga tentang kamu, hubungan kita selama ini. Sederhana saja, aku mencintaimu sampai detik ini. Aku rasa detik di esok pun masih serupa dan persis rasanya. Jelas saja, saat ini harapanku seperti ingin tapi tak ingin, aku minta kabar darimu, bukan sepi seperti ini.

Malam ini aku mencoba kembali memandangi etalase kamarku yang sedikit berdebu, setelah beberapa waktu jiwa ini terasa malas, tidak ada ketulusan. Seperti yang selalu kau lakukan dikamarmu sewaktu itu, melihat dari etalase kaca untuk melihat sejenak kegiatanku didepan rumahmu. Aku memendam semuanya..

Aku tetap merindukanmu, memendam.
Mungkin kau telah lemah, mungkin juga engkau yang telah lelah menjaga semuanya, yang berakhir saat aku tak ada disitu lagi. Embuskan saja napasmu malam ini, karena jarak masih membentang dan menjajah manisnya angan di satu peraduan untuk membayar kita menikmati satu sama lain. angin pun berhembus dan malam ini kan ku tutup semuanya dalam-dalam hanya untuk aku nikmati dalam mimpi.
Kuatkanlah rindu ini...



Bandung, 24 Juli 2011
Satu malam, ketika aku memendam rindu padamu..

Comments

Popular posts from this blog

Bukan Retak, Tetapi Patah

Siang ini saya mendapat telepon dari Ayah. Biasanya beliau hanya menghubungi melalui whatsapp atau pesan singkat melalui handphonenya. Itu pun dapat dihitung dalam satu tahun, mungkin tiga kali dalam satu tahun, banyaknya empat atau lima kali satu tahun. Tidak pernah lebih.  Disaat yang sama, kebetulan saya sedang istirahat makan siang, sungguh kebetulan. Kebetulan, saya sejujurnya tidak percaya dengan hal kebetulan, tetapi kali ini alur ceritanya seperti itu. Siang ini matahari begitu terik, saya baru saja menyeruput minuman es teh manis, favorit untuk ukuran saya dan keadaan kantong saku saya, hehe. Selama saya berada di kota orang, saya tidak pernah berbicara panjang lebar dengan Ayah. Semuanya selalu berjalan dengan cepat, singkat dan padat. Tanpa basa-basi. Itu salah satu karakter Ayah saya, ternyata menurun pada diri saya. Topik pembicaraan yang disuguhkan Ayah sungguh membuat heran, tidak biasanya beliau menghubungi saya dan bercerita layaknya sebuah percakapan anta...

Sangkut

Places

Setelah beberapa waktu ini engga banyak nulis, akhirnya kali ini bisa nulis juga. Tentu disuasana yang beda sama pemikiran yang berbeda. Waktu rasanya cepet banget kali ini. Mulai nulis taun 2009 (tapi blog lama lupa password, penyakit), ga berasa aja sekarang udah tahun 2016. Tulisan di tahun ke-7 ini banyak rasa-rasa yang udah campur aduk, perjalanan yang berasa bukan kelok-kelok lagi, tapi udah berasa "ribet". Ya, gini adanya. Buat nulis hari ini, banyak kerjaan dulu yang harus diberesin dan gatau tiba-tiba punya inisiatif tingkat tinggi buat beresin beberapa file yang acak-acakan di dekstop sama di beberapa folder laptop. Ya sedikit mendingan dibanding sebelumnya. Yang belum mendingan cuma laptopnya aja, masih jadul (belum mampu beli dan secara ga langsung masih nyaman buat dipake), ya gitulah! :D Ngomong-ngomong ini persis 1 taun lebih 20 harian tinggal di kota orang (Jakarta) dan ya 8 bulan yang lalu genap umur saya di usia 23 tahun. Itu taun kedua sih ngerayai...