Skip to main content

Minggu Tak Bisa Menunggu

Aku sebenarnya tak pernah mengistimewakan hari Minggu. Tapi kali ini, ini Minggu pagi dan aku sudah bangun! Daya tahan tubuhku memang luar biasa. Setelah kurang makan selama seminggu terakhir, kemudian terkena rintik hujan layaknya orang gila dua hari lalu, ditambah tidur yang terlarut pagi menyelesaikan seluruh deadline hingga sinar matahari kembali terbit, pagi ini aku masih bisa bangun dengan kondisi sangat prima.

Sangat tergesa-gesa, aku memarkir kendaraan di parkiran Bliss. Inilah nasib orang ceroboh. Semuanya harus dilakukan dengan tergesa-gesa. Pandanganku terpaku pada bunga matahari yang baru bermekaran. “Wah! Bunganya besar sekaliiiiiiii!” aku terpekik riang. Pupuk yang dibawakan eyang dari Flores ternyata benar-benar magis! Oke,tanpa membuang waktu aku memeriksa laporan keuangan yang pasti akan memakan waktu cukup lama. Ditambah mengecek jenis pesanan dan ketersediaan barang. Setelah beres, aku ambil bunga Freesia yang sudah aku pesan tempo hari. Turquoise. Senada dengan Kate Spade bag-ku. Ah, tidak penting! Haha. Yang terpenting sekarang, pergi ke toko kue dan selamat bingung memilih!

Di dalam lift, aku melihat pantulan diriku. Heboh. Menggondol buket Freesia dan memegang satu toples choco flake cookies. Ting. Baik, ini lantai 15. Menuju 1502, Knock! He? Orang ini…  

Aku beranjak dari kasur dan sebatang rokok tahu-tahu sudah menclok di bibirku, menyusul api dari lighter yang kunyalakan sambil membuka pintu menuju balkon. Bagus, cuaca Bandung cerah. Ditambah deadline yang sudah beres dan monthly income report Bliss yang sangat memuaskan, life is good, I guess! Ku tenteng gitar dan menggenjreng seenaknya. I know it sounds funny but I just can't stand the pain…Boy I’m leaving you… sebait lagu milik Faith No More, “Easy”, kubawakan sambil senyum-senyum. 

Jangan tanya kemana perginya perasaan depresi yang kemarin mendera. Jika itu terjadi padaku, aku tinggal yakin suatu saat akan tiba saatnya semua menguap begitu saja. Inilah buktinya. Jangan heran juga jika kebulatan tekad ini mudah terdistraksi oleh hal-hal kecil. Yang penting saat ini, aku merasa diriku yang hilang telah kembali! Hooouoo, easy like Sunday Mooorning…! 

Aku mengeluarkan Brenda yang berisik mencakar-cakar kandang minta disapa. Wajar, kelinci tipe fuzzy loop ini sudah masuk usia puber. Kuangkat Brenda ke depan wajahku, memasrahkan hidungku dijilat kecil-kecil. Hihi, aku selalu suka rasanya… Eh? Itu? Errr, sweater milik siapa? Aku meraih sweater biru yang teronggok begitu saja di sebelah vas bunga ketika ponselku bunyi. Bip pip.. Event : Gathering at Mardi Wisesa’s. Gawat! Hampir lupa! Sweater pun melayang entah ke mana. 
....

“Hai Tei, kau datang. Mari masuk,” ujar lelaki yang wajahnya terasa tidak asing. Terbongkarlah sudah puzzle yang tidak kupedulikan tadi. Lelaki ini, yang menyaksikan tingkah konyolku berbasah-basahan diguyur hujan dua hari lalu. Dialah pemilik sweater biru yang teronggok kotor tak kucuci itu. Ah, seperti sinetron saja, sih?

“Kamu… eh, sweatermu.. hmm, belum… anu…”

“Sudahlah, masuk,” ujarnya sambil tersenyum. Aku tahu dia memandangku kasihan. Wajar, dia terlanjur menjadi saksi kejadian paling memalukan tempo hari. Tuhan! Ingin rasanya aku kembali ke kamarku dan melewatkan pertemuan ini. Aku tidak suka dikasihani! Membuatku merasa seperti anak bebek yang baru kecebur got!

Tapi toh kakiku tetap melangkah ke dalam kamarnya. “Well, thanks…” ujarku sambil memberikan tatapan penuh arti. “Oh ya, saya bawakan ini. Tipe Freesia harusnya memberi kehangatan. Kamar cowok kan biasanya gersang… hehehe,” aku berusaha bercanda. Meskipun kenyataannya, kamar Mardi Wisesa jauuuuh lebih nyeni daripada kamarku!

“Wah, seger banget tuh bunganya! Freesia? Dapat dari mana?” sebuah suara cempreng tiba-tiba memecah lamunanku. Hei, sudah ada dua orang tamu rupanya. Tidak sulit untuk mengingat nama wanita tomboy dan cuek yang duduk di dekat kulkas itu. Kahlua. Bagaimana mungkin melupakan Arabica Coffee plus vodka yang eksotis itu? Tapi wanita ceria bersuara cempreng tadi…. Kalea, Kalea, Kalea. KA-LE-A. Oh tolonglah, first impression harus bagus. Bisa hancur kalau ketahuan aku lemah menghafal nama.

“Oh, kebetulan aku buka florist di daerah Citarum. Kalo butuh bunga bisa ke sana, loh! Pilihannya lumayan lengkap kok! Hehe,” ujarku sedikit promosi. Kemudian datang Julian, Kyna, dan Ori. Ah, tidaaaakk! Rasanya aku kembali ke bangku perkuliahan dengan tugas mengingat nama-nama ini. Itulah, efek dari orang tua jaman sekarang yang senang sekali memberikan nama-nama aneh kepada anaknya. Errrr.

Kami berbincang dan saling menanggapi dengan antusias. Refleks telingaku menangkap satu kata yang terlalu sensitif untukku saat ini. Menikah. Ternyata Ori adalah seorang wedding organizer. Segera aku menggeleng-gelengkan kepala untuk menghapus bayangan Musa yang sedang ijab Kabul dengan pakaian adat. Mungkin suatu hari, aku akan berbincang dengan Ori tentang ini. Dia pasti paham sekali cara untuk menghancurkan pernikahan orang. Eh!
....


Aku sengaja berdiam sebentar ketika satu persatu orang meninggalkan kamar 1502 ini. “Terimakasih untuk tempo hari,” ujarku, yang hanya dibalas senyum oleh Mardi. Ia tampaknya lebih serius membereskan gelas-gelas daripada mendengarkanku.

“Aku harap kamu bisa melupakan kejadian itu. Aku.. Ah, sudahlah. Sepertinya kamu sibuk. Permisi!” kubalikan badanku tanpa menanti jawabannya. Ketika melewati kamar sebelah Mardi, refleks kakiku berhenti. Kamar 1503. Aku bisa melihat Ori sedang menghisap rokok dari sela-sela pintu yang sepertinya lupa ia tutup. “Dia bisa tahu banyak hal tentang pernikahan,” ujarku dalam hati. Biarlah aku menjadi konyol sejenak dengan hanya memusatkan kehidupanku pada Musa. Setidaknya, kelak aku bisa tertawa mengingat masa-masa ini. “Hai, Ori. Boleh masuk?”




Ateira Niskala 1201

Comments

Popular posts from this blog

Mocca make me feel so happy

  Mocca, sebuah sesuatu yang sangat sering saya dengar didalam kampus maupun diluar kampus, dikota besar maupun dikota kecil. Banyak yang menyukai mocca. Mocca menurut mereka adalah salah satu minuman favorit yang wajib diketahui dan wajib dicioba. Sepintas terlihat memang minuman ini sungguh membuat lidah ingin mencicipi kelembutan float dan rasa mocca yang begitu menenangkan jiwa. Bandung merupakan kawasan kota yang dapat dibilang mempunyai hawa yang sejuk dan dingin pada saat malam. Saya sering mencoba kebeberapa cafe saat malam datang untuk sekedar menikmati mocca disetiap cafe yang saya kunjungi. Terasa kenikmatan mocca yang sangat menggigit dilidah dan menyenangkan dihati.  Beberapa bulan saya tinggal disini sudah ada beberapa cafe yang saya datangi untuk sekedar hanya menikmati mocca disetiap cafe tersebut. Harga untuk mocca memang sangat tergantung apa yang hendak dipesan. Tapi taste yang menyentuh jiwa tidak dapat dihargai sedikitpun. Kenikmatan, keindahan, aroma, dan rasa

Bukan Retak, Tetapi Patah

Siang ini saya mendapat telepon dari Ayah. Biasanya beliau hanya menghubungi melalui whatsapp atau pesan singkat melalui handphonenya. Itu pun dapat dihitung dalam satu tahun, mungkin tiga kali dalam satu tahun, banyaknya empat atau lima kali satu tahun. Tidak pernah lebih.  Disaat yang sama, kebetulan saya sedang istirahat makan siang, sungguh kebetulan. Kebetulan, saya sejujurnya tidak percaya dengan hal kebetulan, tetapi kali ini alur ceritanya seperti itu. Siang ini matahari begitu terik, saya baru saja menyeruput minuman es teh manis, favorit untuk ukuran saya dan keadaan kantong saku saya, hehe. Selama saya berada di kota orang, saya tidak pernah berbicara panjang lebar dengan Ayah. Semuanya selalu berjalan dengan cepat, singkat dan padat. Tanpa basa-basi. Itu salah satu karakter Ayah saya, ternyata menurun pada diri saya. Topik pembicaraan yang disuguhkan Ayah sungguh membuat heran, tidak biasanya beliau menghubungi saya dan bercerita layaknya sebuah percakapan antara a

I love you daddy

 When I was a baby 1. He cried when he first saw me. 2. He bought me everything I needed. 3. He smiled when he first heard our first word - even if it wasn’t DADDY. 4. He never gave up teaching me the simplest things. When I am a teenager 5. He works days and nights, and never complains. 6. He still buys me everything I need. 7. He is never mad when my report card is on fire, He smiles and says, “You will do better than this.” 8. He supports me in everything I do. 9. He comes to my tennis games and supports me like a mad-fan. 10. He still reminds me to have my breakfast, lunch and dinner so I’ll never skip them. 11. He sets my latest-hour to be out with my friends. 12. His smile makes me feel much better. 13. His hug can never be replaced by anyone else. 14. Even when he is tired, he still takes a moment of his time, goes to my room and sees me sleep. 15. He loves me for who I really am. 16. He keeps on calling when I don’t pick up the calls. 17. He never yells.