Skip to main content

Serenade/Silent

Sedikit mengkerutkan dahi melihat sesosok benda yang tampak seperti bola yang berputar dilapangan. Memulai dengan menyendiri dikala sepi dan berkeluh kesah disaat ramai. Sesosok benda yang selalu aku lihat disetiap kali aku bangun dan membuka jendela kamar ini. Tak sedikitpun nyaliku untuk mendekat dan berniat mengatahui tentang benda itu. Suara rintik hujan membasahi genting kamar dan membuat halaman depan kamarku basah dan berbecek dilantai. Suara bisingnya tidak membuat telinga ini terganggu malah justru sebaliknya. Ungkapan yang ada hanya untuk menemani kesepian ini dan tidak untuk dibagikan kepada orang lain. Sendiri menatap sebuah hiasan berbentuk anak kecil cukup untuk menemani kesendirianku ini. Sebuah geliat tentang kehidupan urban diluar sana tidak pernah aku hiraukan. Hanya sendiri dan menyepi yang aku sukai belakangan ini.

Sesekali melihat keluar dan menyapa beberapa orang teman yang berada tidak jauh dari kamar ini. Tidak semuanya begitu menarik dihadanku. Kupalingkan muka ini dari beberapa orang yang tidak biasa aku sapa dan malas untuk menyapanya. Kembali mengusapkan keringat yang menetes didagu ini setelah cuaca pada siang ini begitu panas, padahal saat ini Bandung sedang musim hujan. Dalam debu-debu yang kulihat dibeberapa sudut jendela, kembali kumemikirkan sesuatu yang menjadi gambaran bahwa itu adalah sosokmu. Semuanya menjadi harapan yang ingin ku minta menjadi suatu kesempatan untuk menjadikan itu adalah kedamaian bagiku. 

Saat ini hanya ingin ingin mengucapkan tak akan terhenti hindari semua apa yang terjadi dihidup ini. Aku akui bahwa semuanya adalah sebuah hari yang akan dilalui, waktu yang hilang waktu yang hilang kembali. Teringat sosokmu pada waktu itu, membuatku ramai dihati ini dan pada saat kau tak lagi ada disini hidupku terasa sunyi sepi sendiri dari bayangmu. Sepi melanda saat ku terjaga dalam kesendirian ini. Kuingin kembali langkahku berarti, tak lagi kekal seperti saat itu dan letihku akan bayangmu.

Comments

Popular posts from this blog

Bukan Retak, Tetapi Patah

Siang ini saya mendapat telepon dari Ayah. Biasanya beliau hanya menghubungi melalui whatsapp atau pesan singkat melalui handphonenya. Itu pun dapat dihitung dalam satu tahun, mungkin tiga kali dalam satu tahun, banyaknya empat atau lima kali satu tahun. Tidak pernah lebih.  Disaat yang sama, kebetulan saya sedang istirahat makan siang, sungguh kebetulan. Kebetulan, saya sejujurnya tidak percaya dengan hal kebetulan, tetapi kali ini alur ceritanya seperti itu. Siang ini matahari begitu terik, saya baru saja menyeruput minuman es teh manis, favorit untuk ukuran saya dan keadaan kantong saku saya, hehe. Selama saya berada di kota orang, saya tidak pernah berbicara panjang lebar dengan Ayah. Semuanya selalu berjalan dengan cepat, singkat dan padat. Tanpa basa-basi. Itu salah satu karakter Ayah saya, ternyata menurun pada diri saya. Topik pembicaraan yang disuguhkan Ayah sungguh membuat heran, tidak biasanya beliau menghubungi saya dan bercerita layaknya sebuah percakapan anta...

Sangkut

Places

Setelah beberapa waktu ini engga banyak nulis, akhirnya kali ini bisa nulis juga. Tentu disuasana yang beda sama pemikiran yang berbeda. Waktu rasanya cepet banget kali ini. Mulai nulis taun 2009 (tapi blog lama lupa password, penyakit), ga berasa aja sekarang udah tahun 2016. Tulisan di tahun ke-7 ini banyak rasa-rasa yang udah campur aduk, perjalanan yang berasa bukan kelok-kelok lagi, tapi udah berasa "ribet". Ya, gini adanya. Buat nulis hari ini, banyak kerjaan dulu yang harus diberesin dan gatau tiba-tiba punya inisiatif tingkat tinggi buat beresin beberapa file yang acak-acakan di dekstop sama di beberapa folder laptop. Ya sedikit mendingan dibanding sebelumnya. Yang belum mendingan cuma laptopnya aja, masih jadul (belum mampu beli dan secara ga langsung masih nyaman buat dipake), ya gitulah! :D Ngomong-ngomong ini persis 1 taun lebih 20 harian tinggal di kota orang (Jakarta) dan ya 8 bulan yang lalu genap umur saya di usia 23 tahun. Itu taun kedua sih ngerayai...