Skip to main content

Posts

Sangkut

Recent posts

Bukan Retak, Tetapi Patah

Siang ini saya mendapat telepon dari Ayah. Biasanya beliau hanya menghubungi melalui whatsapp atau pesan singkat melalui handphonenya. Itu pun dapat dihitung dalam satu tahun, mungkin tiga kali dalam satu tahun, banyaknya empat atau lima kali satu tahun. Tidak pernah lebih.  Disaat yang sama, kebetulan saya sedang istirahat makan siang, sungguh kebetulan. Kebetulan, saya sejujurnya tidak percaya dengan hal kebetulan, tetapi kali ini alur ceritanya seperti itu. Siang ini matahari begitu terik, saya baru saja menyeruput minuman es teh manis, favorit untuk ukuran saya dan keadaan kantong saku saya, hehe. Selama saya berada di kota orang, saya tidak pernah berbicara panjang lebar dengan Ayah. Semuanya selalu berjalan dengan cepat, singkat dan padat. Tanpa basa-basi. Itu salah satu karakter Ayah saya, ternyata menurun pada diri saya. Topik pembicaraan yang disuguhkan Ayah sungguh membuat heran, tidak biasanya beliau menghubungi saya dan bercerita layaknya sebuah percakapan antara a

Places

Setelah beberapa waktu ini engga banyak nulis, akhirnya kali ini bisa nulis juga. Tentu disuasana yang beda sama pemikiran yang berbeda. Waktu rasanya cepet banget kali ini. Mulai nulis taun 2009 (tapi blog lama lupa password, penyakit), ga berasa aja sekarang udah tahun 2016. Tulisan di tahun ke-7 ini banyak rasa-rasa yang udah campur aduk, perjalanan yang berasa bukan kelok-kelok lagi, tapi udah berasa "ribet". Ya, gini adanya. Buat nulis hari ini, banyak kerjaan dulu yang harus diberesin dan gatau tiba-tiba punya inisiatif tingkat tinggi buat beresin beberapa file yang acak-acakan di dekstop sama di beberapa folder laptop. Ya sedikit mendingan dibanding sebelumnya. Yang belum mendingan cuma laptopnya aja, masih jadul (belum mampu beli dan secara ga langsung masih nyaman buat dipake), ya gitulah! :D Ngomong-ngomong ini persis 1 taun lebih 20 harian tinggal di kota orang (Jakarta) dan ya 8 bulan yang lalu genap umur saya di usia 23 tahun. Itu taun kedua sih ngerayai

Sepucuk Kata Untuk Ibu

2011, tahun pertama ketemu orang-orang kaya mereka. Khususnya Ibu Teti, dosen dan founders dari Parahyangan Law Debate Community di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. PLDC sebagai satu komunitas debat hukum yang banyak mengirimkan mahasiswanya untuk berlajar banyak mengenai permasalahan hukum dan perlombaan debat hukum tingkat nasional. Di lembaga ini, saya banyak berkembang dan menyerap ilmu yang di luar dari anak hukum pada umumnya. Di bantu dengan beberapa rekan dan senior, saya bersyukur dapat bergabung dengan mereka. Tak lupa, saya selalu bersyukur dan berterima kasih dipertemuka dengan Ibu Teti yang selalu mendukung dan menjadi panutan untuk saya pribadi. Bu Teti menjadi "Ibu" kedua saya di dunia. Darinya saya mendapatkan segala sesuatu yang hampir serupa dengan ibu kandung saya. Dengan menaruh rasa hormat dan kasih sayang yang sangat mendalam pada beliau, saya selalu mengucapkan rasa syukur dan terima kasih banyak atas kesempatan yang diberika

Apakah Ini Pertanda?

Menengok satu tahun kebelakang. Tepat Mei 2014 yang saya entah kapan tanggal persisnya, feeling atau perasaan ini terus hinggap hingga tuhan selalu memberikan sinyal-sinyal ini dalam tempo yang pelan tapi pasti. Kenapa pelan? Pelan itu saya rasakan karena feeling ini terjadi dalam berbagai situasi yang berbeda. Bila dikaji secara rasional atau dengan logika sederhana, mungkin kamu dan kalian tidak akan pernah percaya. Tapi, ini yang tuhan berikan, ini yang tuhan sampaikan dalam kurun waktu satu tahun belakangan ini. Tepatnya setelah saya bertemu dengan keluarga kamu di rumah yang saya kunjungin bersama teman-teman terbaik saya. Semoga kamu melanjutkan membaca ini... Ada empat kejadian yang saya alami. Urutan kejadian berlangsung cepat, tetapi saya tahu persis detil tentang kejadian itu. Saya tahu persis siapa orang, tempat, wujud, gerak, maupun ekspresi dari orang yang ada dalam mimpi dan feeling saya tersebut. Saya sama sekali tidak bermaksud untuk menakut-nakuti atau membuat semu

Jika Saya Bercerita

Kau terdiam disampingku, "ternyata hati ini banyak menelan kepahitan, entah harus kemana perginya, ternyata dunia tak seindah yang ku katakan, ternyata dunia telah menelannya" tiba-tiba dalam diri ini mengatakan sesuatu yang tanpa ku sadari bahwa hanya dirimu yang masih tetap setia untuk menemaniku di kesendirian ini. Terlepas semuanya, kemana semua yang indah dan selalu tertawa? Berulang kali kupikirkan dengan sangat dalam, membuat seluruh sel-sel otak dan nafas ini terengah dan teremas. "Selalu kah hal seperti ini menyelinap masuk di kehidupanku?" aku menanyakan untuk kesekian kalinya, di dalam kontemplasi yang ku lakukan beberapa waktu ini, diri ini menggambarkan rapuhnya sebuah sesuatu yang terlalu mudah untuk di patahkan. Tetapi dari seluruhnya, diri ini mengatakan bahwa tak ingin ku sendiri, tak pernah ku berharap seperti ini. Ku kayuh hidup ini Semuanya terlalu rumit untuk ku lalui sendiri Yang berkehendak telah menancapkan keinginannya Kini hanya s

Begin Again?

Perlu untuk kau sadari, diri ini tak mampu untuk terus bersandar pada sebuah harapan, nafas ini tak dapat mengenal santun untuk terus menghembuskan nafas, tak terucap segala rasa yang tak pernah bicara dan tak pernah untuk terucap. Kali ini, rasa dan sanjungan yang selalu ku buai dalam setiap gerak langkahmu tak dapat membuat kita saling mengingat dan menyatukan. Terkadang, warna-warna yang kuberikan itu aku persembahkan untukmu yang berada di jauh sana. Tampak jelas kali ini, bahwa fase tersebut membuat semua tampak menjadi jelas, ku hempaskan seluruh harapan ini, tampak bilur dan terjerembab dalam perputaran waktu yang tak juga membuahkan hasil yang selalu ku harapkan. Semuanya hanya tersisa dijiwa, lepaskan. Biaskan, bebaskan... Sesekali kupandang wajah pada foto yang kuselipkan di dompet cokelat usangku, wajahmu tersenyum tanpa ku tahu apa alasannya, rambutmu tampak terlihat indah dengan warna hitam panjang hingga menyentuh bahu yang indah itu. Matamu terlihat lebih te