Skip to main content

Bukan Retak, Tetapi Patah

Siang ini saya mendapat telepon dari Ayah. Biasanya beliau hanya menghubungi melalui whatsapp atau pesan singkat melalui handphonenya. Itu pun dapat dihitung dalam satu tahun, mungkin tiga kali dalam satu tahun, banyaknya empat atau lima kali satu tahun. Tidak pernah lebih. 

Disaat yang sama, kebetulan saya sedang istirahat makan siang, sungguh kebetulan. Kebetulan, saya sejujurnya tidak percaya dengan hal kebetulan, tetapi kali ini alur ceritanya seperti itu. Siang ini matahari begitu terik, saya baru saja menyeruput minuman es teh manis, favorit untuk ukuran saya dan keadaan kantong saku saya, hehe.

Selama saya berada di kota orang, saya tidak pernah berbicara panjang lebar dengan Ayah. Semuanya selalu berjalan dengan cepat, singkat dan padat. Tanpa basa-basi. Itu salah satu karakter Ayah saya, ternyata menurun pada diri saya. Topik pembicaraan yang disuguhkan Ayah sungguh membuat heran, tidak biasanya beliau menghubungi saya dan bercerita layaknya sebuah percakapan antara ayah dan anak. Beliau selalu menghubungi saya dengan gaya bahasa lebih cenderung pada partner, bukan sebagai anak. Ya, selama hidup saya, saya tidak pernah berbicara dengannya dengan konsep Ayah dan Anak, Partner, ya Partner saja. 

Topik pembicaraan mengerucut pada persoalan "hilang", kehilangan. Menurut saya, hilang menjadi salah satu kata yang sering banyak digunakan oleh setiap orang. Entah hilang barang, hilang ingatan, hilang karena seseorang, atau memang hilang karena ingin menghilang (enyah). Mungkin juga beberapa orang bisa mengkualifikasikan hilang menjadi patah, karena yang hilang terlalu sulit untuk ditemukan kembali, sama dengan patah, sulit untuk direkatkan kembali. Butuh proses, waktu, dan cara untuk membuatnya kembali, ya kembali lagi atau rekat lagi.

Mungkin dulunya begitu melekat, hingga akhirnya terlepas, hilang atau patah. - Ayah
2012, Ayah seperti kehilangan sesuatu yang tidak pernah dapat saya jelaskan. Beliau menutupinya, berlagak tidak pernah terjadi, walaupun saya melihat jelas apa yang terjadi. Saya merasakan apa itu hilang, apa itu patah. Lalu saya merasa bahwa, rasa patah atau kehilangan, itu akan terjadi pada diri kita. Apabila memang nantinya kita akan merasakan kehilangan dengan orang yang kita cintai, maka berhati-hatilah dengan cinta.

Saya rasa, kehawatiran ini bukan bermaksud untuk membuat saya, kamu, kalian, dan mereka untuk menghindarkan diri dari cinta dan segala bentuk perasaan-perasaan yang memiliki kemungkinan terjadi seperti yang Ayah saya rasakan. Tetapi, bagaimana kita yang memiliki dan merasakan cinta, dapat mengenal konsukuensi dari hal itu. Konsekuensi besar. Dimana mungkin suatu hari nanti, kita bisa saja kehilangan orang yang kita cintai, sangat kita cintai. Yang membuat kita patah, bukan retak, tetapi patah!

Kejadiannya sudah empat tahun lebih, tapi rasa patahnya masih ada. Waktu juga mustahil buat nyembuhinnya. - Ayah
Tetapi, saya tidak pernah mengerti dan belum menemukan jawabannya. Apakah yang patah itu berarti hilang, ataukah yang kita cintai itu selalu melekat dan tidak pernah hilang? Saya sendiri tidak tahu, secara jelas saya tidak pernah tahu. Maka, berhati-hatilah dengan cinta dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Karena satu hari nanti dalam jangka waktu yang tidak ditentukan, hal-hal tersebut akan selesai. Disadari ataupun tidak, ya selesai.

Sampai di sini, ketika memang harus selesai, itu bukanlah salah kami, salah saya, atau salah kita yang menjalaninya, melainkan karena waktu yang mengijinkan. Tetapi perlu diingat, cinta, patah atau patah-patah, bukan sesuatu yang berbahaya. Mereka sama seperti bagian dari tubuhmu, melekat, ingin dipeluk erat, kenali saja. 

Dan jika kamu telah mengenal rasa patah dengan baik, sangat baik. Sebelum rasa patah itu datang, cintailah seseorang dengan sungguh-sungguh, penuh-penuh, sekarang.

Kamu perlu belajar lebih banyak lagi soal hilang, suatu saat Ayah atau Ibu atau mungkin Adik mu akan seperti itu. - Ayah


Jakarta, 
28 Januari 2016
Jakarta Cerah

Comments

Popular posts from this blog

Hospital 2007

Sebuah ruangan entah nomor berapa kamu terbaring lemas dan tidak berdaya. Wajahmu memancarkan perbedaan yang sangat berbeda, tidak seperti biasanya. Bibirmu yang hanya dapat tersenyum dengan harapan dapat memberitahu kepadaku bahwa kau baik-baik saja. Selang infus dan selang tabung oksigen tertancap didalam lengan kiri dan hidungmu yang mancung. Sungguh ini menyedihkan bagiku untuk melihatmu dalam keadaan seperti itu. Hari ini kau memasuki hari pertama untuk merelaksasikan tubuhmu dalam pangkuan sebuah kasur yang sangat jauh berbeda dengan kasurmu yang nyaman, dirumahmu. Tercium aroma untuk kamarmu saat ini yang sangat berbeda dengan aroma tubuhmu yang begitu harum dan menyenangkan. Tercium bebauan yang sangat lazin halnya untuk disebuah rumah yang semua orang berkunjung hanya untuk menengok orang sakit. Sebuah rumah yang sakit atau hanya aku saja yang menyebut rumah yang sakit ? Sudah beberapa hari ini aku menemanimu diruangan yang tidak pernah kita harapkan dan tidak membuat n

Mocca make me feel so happy

  Mocca, sebuah sesuatu yang sangat sering saya dengar didalam kampus maupun diluar kampus, dikota besar maupun dikota kecil. Banyak yang menyukai mocca. Mocca menurut mereka adalah salah satu minuman favorit yang wajib diketahui dan wajib dicioba. Sepintas terlihat memang minuman ini sungguh membuat lidah ingin mencicipi kelembutan float dan rasa mocca yang begitu menenangkan jiwa. Bandung merupakan kawasan kota yang dapat dibilang mempunyai hawa yang sejuk dan dingin pada saat malam. Saya sering mencoba kebeberapa cafe saat malam datang untuk sekedar menikmati mocca disetiap cafe yang saya kunjungi. Terasa kenikmatan mocca yang sangat menggigit dilidah dan menyenangkan dihati.  Beberapa bulan saya tinggal disini sudah ada beberapa cafe yang saya datangi untuk sekedar hanya menikmati mocca disetiap cafe tersebut. Harga untuk mocca memang sangat tergantung apa yang hendak dipesan. Tapi taste yang menyentuh jiwa tidak dapat dihargai sedikitpun. Kenikmatan, keindahan, aroma, dan rasa